Rabu, 27 Mei 2009

BERPOLITIK???SIAPA TAKUT

Yudas seorang mahasiswa di salah satu PT ternama dikotanya. Suatu pagi sambil menunggu jam mata kuliah, ia membaca surat kabar yang ada di depan ruang dosen, selain Yudas tidak banyak teman-temannya yang berminat membaca koran, maklumlah Yudas seorang penggemar bola nomor wahid. Penggemar chelsea itu tidak pernah ketinggalan berita tentang jadwal pertandingan, perkiraan formasi dan prediksi pertandingan yang akan disiarkan nanti malam. Yudas tampak begitu bersemangat, karena koran pagi itu menurunkan berita tentang persiapan chelsea yang akan berlaga melawan musuh bebuyutannya arsenal. Derby london terpanas yang memang ditunggu-tunggu para penggemar sepak bola diseluruh dunia. Tak disadari ketika Yudas lagi asyik membaca, ternyata Pak Terry, dosen filsafat juga sedang asyik membaca koran juga. Pak Terry sedang asyik menikmati berita tentang perkembangan pemilu.
“ ah, bola lagi, bola lagi… sesekali baca berita politik dong supaya wawasanmu luas” begitu pakTerry menyapa Yudas. “sama saja pak, sepak bola juga politik” jawab Yudas sambil terus melanjutkan bacaannya.
“lho? Apa hubungannya politik dengan sepak bola?? Jangan ngawur kamu das” sela pak terry heran.
“dalam sepak bola ada strategi dan taktik untuk menjebol gawang lawan. Itu politik bukan?? Asyiknya lagi, pertandingan sepak bola menjunjung tinggi fair play. Kalau tim kesayangan kita kalah, kita harus sportif pak! Beda dengan politik, pihak yang kalah sering kali tidak menerima kekalahan. Makanya pak, saya lebih suka sepak bola daripada politik” jelas Yudas bersemangat.


Mengapa anak muda dan remaja jaman sekarang kurang paham, bahkan kurang menyukai politik?? Cerita diatas mungkin bisa menjadi jawaban dari pertanyaan itu. Yudas lebih menggemari keganasan Drogba dalam menyerang ketimbang mengidolakan Amien Rais yang juga lihai dalam menyampaikan orasi politik.

Barangkali karena setiap politik di bicarakan, yang selalu tergambar dalam pikiran mereka adalah sederetan nama partai dan tokoh-tokoh politik yang tidak memenuhi cita-cita ideal anak-anak muda. Di mata mereka, ada kesan seolah-olah politik tak lebih dari sekedar medan laga perebutan kekuasaan dan kedudukan yang tujuannya sama sekali tidak berhubungan dengan kepentingan umum, lebih khususnya kepentingan kaum muda yang sangat haus akan pencarian nilai-nilai kebenaran. Anak-anak muda jaman sekarang tidak menemukan nilai-nilai kebenaran yang mereka inginkan dalam berbagai aktivitas politik di Indonsia dewasa ini. Lagi pula, belakangan ini terungkap berbagai skandal kehidupan pribadi sejumlah politisi, yang dalam waktu singkat sudah menjadi rahasia umum. Tentu saja, perilaku politisi yang tidak senonoh semacam ini makin menjauhkan politik dari perhatian generasi muda. Tokoh-tokoh politik seharusnya menjadi teladan dan panutan bagi kaum muda, bukannya malah memberikan contoh yang tidak baik, bukan?

Memang akan sulit mengubah tabi’at dan perilaku para politisi agar menjadi panutan anak-anak muda bila para politisi itu sendiri masih keliru dalam memahami ari politik. Arti politik yang sebenarnya harus diluruskan dan diperbincangkan kembali, agar tindak-tanduk aktivitas politik mereka dapat berubah.

Sebenarnya, orang yang paling apolitis (orang yang tidak peduli kepada politik) pun, dalam kehidupan sehari-hari terlibat dalam politik. Misalnya dilingkungan keluarga, biasa terjadi persaingan diantara anak-anak untuk mendapat perhatian dari orang tua. Sebenarnya diantar anak-anak itu ada persaingan kekuatan untuk merebut perhatian. Cara-cara yang mereka lakukan pun ada persamaannya dengan cara-cara politik. Begitpun pula dengan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap warga negara harus ambil bagian dlam prose politik. Bila tidak, mereka akan kehilangan hak. Kebijakan-kebijakan pemerintah bisa saja mengabaikan kepentingan meraka, tidak membal hak-hak mereka, sebab meraka tidak ikut melakuan pemilihan.

Saat ini, semangat demokratisasi sedang bergulir. Masing-masing daerah sedang sibuk memilih Walikota, Bupati, Gubernur, dan baru saja pemilihan caleg yang kemudian akan diikuti pilpres yang rencananya akan dilakukan bulan juli nanti.
Lantas apa yang perlu dilakukan anak muda ??? terjun ke dunia politik tentunya, jangan ragu! Pemilihan kepala daerah sudah mulai menunjukan hal-hal yang menggembirakan. Basuki Tjahya Purnama alias A Hok, anak muda keturunan Tionghoa berusia 35 tahun, beragama katolik terpilih menjadi Bupati Belitung Timur yang mayoritas penduduknya beragama Islam. A Hok kemudian mencalonkan diri sebagai Gubernur Bangka Belitung. Meskipun A Hok kemudian kalah tipis dalam pemilihan itu, tapi ini membuktikan bahwa warga negara minoritas juga berhak dan mampu bersaing dalam pemilihan kepala daerah.



Ada pula kisah sukses Gamawan Fauzi, Bupati Solok, (Sumbar) selama dua periode dan sekarang terpilih menjadi Gubernur Sumatera Barat. Di mata masyarakat Sumatera Barat, Gamawan Fauzi adalah sosok pribadi yang cakap, jujur, dan bersih. Meski tidak punya uang, ia berhasil menang telak dalam pilkada sumbar. Gamawan dipilih bukan karena ‘politik uang’, bukan pula karena ia di calonkan partai besar, tapi karena ia jujur, bersih dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kepentingan masyarakat sumbar.

Ini bearti politik sudah memberi tempat bagi orang-orang jujur, bersih, dan berdedikasi tinggi. Kita layak berharap, lima belas sampai dua puluh tahun ke depan, Indonesia akan di pimpinoleh pejabat-pejabat yang di pilih rakyat berdasarkan kemampuan, kejujuran dan dedikasi, bukan lagi karena uang yang di hambur-hamburkan pada saat kampanye. Lima belas tahun yang akan datang, anak-anak muda hari ini berpeluang menjadi pemimpin-pemimpin di negeri ini. Jadi, enggak ada salahnya jika di mulai sejak dari sekarang.



Kader PMKRI